Malam, terdengar kabar besok kami berangkat ke riau by bus
Maka, Senin, 12 Maret 2012, adalah hari pemberangkatan kontingen brawijaya ke Riau.Hari ini, aku ada jadwal simulaasi presentasi terkhir sebelum berangkat, tapi Allah berkehendak lain,tiba-tiba setelah mengumpulkan tugas manjemen keuangan dosenya ada, dan kuliah, aku nggak mungkin keluar karena tak ada surat ijin. Aku kalut, panitia temilnas belum mengirimkan surat keterangan finalis, ppt pengantar akuntansi belum takirim ke email teman, sudah ditunggu untuk simulasi. Eh, ngajuin proposal ke rektorat mash harus bolak- balik dan salah. ya ampun,gagal lagi simulasi hari itu.
Hanya keoptimisan yang ada di benakku, berharap semua kan baik – baik saja. Sepanjang perjalanan menuju jakarta tak begitu banyak yang aku lakukan, hanya sesekali membaca paper. Hawa, panas berganti dingin,hingga beercucuran air hujan di jendela bus mengantarkan kami ke kota metropolitan,Jakarta. Di antar seorang supir travel,imigran jawa timur, kami menuju bandara Soekarno Hatta, konon bandara internasional yang menjadi sindikat mafia – mafia (lho –lho ga nyambung, hee.....). sedikit melongok wilayah ibu kota, dengan tataran ekonomi dan teknologi yang semakin maju, banyka puri -puri bak istana berdiri megah disana. Tentu saja dengan hiasan rumah –rumah kardus yang kumuh dan reyot,semakin menunjukkan potret kemiskinan struktural di Indonesia. Yakni kemiskinan yang tidak hanya disebabkan oleh etos kerja yang lemah tetapi juga ketidakadilan sistem yang membuat ketimpangan merajalela.
Sepanjang jalan menuju bandara, tak jarang aku temui pelanggar lalu lintas, yang melintasi jalur busway. Padahal sepanjang jalan sudah tertera jelas tulisan “ Khusus Busway”. Aku semakin berfikir, pendidikan di Indonesia ini semakin tidak berkualitas, mereka tidak bisa membaca 12 abjad yang tertera di papan jalan. Lalu, mereka membeli mobil pastinya juga terdapat beberapa dokumen yang perlu di tanda tangani, atau jangan – jangan mereka nggak bisa baca juga. Oh... Indonesia
Mobil melaju lebih kencang, jalan –jalan tikus kami trobos dengan gesit, kelakar tantang jakarta mulai muncul, Ibukota yang hanya selalu nampak di TV kini di depan mata, kemacetan kini teralami.
“dek,, ini lihat jakarta tiap hari selalu macet, sebagai orang ekonomi solusi apa yang kalian tawarkan untuk mengatasi kemacetan di jakarta ini?” pertanyaan sopir travel ini menggelitikku, sepertinya dia meemberikan pot tes pada kami calon- calon menteri ekonomi dan pemimpin bangsa ini di masa depan. (aamiiinn..)
“Menurut saya, kami bisa menekan arus urbanisasinya pak.”
“klo menurut saya nggak begitu leasing – leasing diIndonesia sementara di tutup dulu lah, tuh lihat, banyak mobil – mobil pribadi yang memenuhi jalanan. Bahkan satu orang saja bisa punya 2 sampai 3 mobil,itu karena apa, hanya dengan uang 1 juta saja kami bisa bawa pulang mobil, ini membuat banyak perusahaan leasing beroprasi di Indonesia. Nah, dengan kredit yang tidak terlampau mudah maka, orang –orang akan berfikir dua kali untuk kredit mobil.” Sopir ini berbicara bak praktisi saja (emang praktisi, praktisi jalanan...hehee)
“diselesaikan dulu kredit – kredit mereka, dilunasi, baru boleh ambil kredit lagi.”
Hmm...apapun yang kami katakan kami hanya berkomentar, yang bisa mengubah kebijakan adalah pemerintah,oleh karena itu,diperlukan pemimpin – pemimpin bangsa yang berkapasitas di Indonesia ini bukan pemimpin – pemimpin yang berjiwa residual. Sehingga,menimbulkan residu- residu kepemimpinan dengan korupsi dan moral yang semakin amburadul.
Tak terasa hampir 45 menit kami tempuh dengan suka cita menelusuri jalanan ibu kota, kini Bandara Soekarno-Hatta di depan mata. Jiwa- jiwa yang letih dan mata – mata yang mulai sayup menghempas pulau jawa semalam suntuk membuat kami ingin istirahat sejenak dan menemukan oase. Sebuah mushola bandara adalah pilihan kami meneteskan peluh perjalanan dan mengadukan segala gundah pada keMaha Besaran Allah. Perut lapar bukanlah rahasia, tapi kantong yang kering menjadi penghiasnya. Maklumlah, ini Jakarta Bro!! Ga ada warteg – warteg seperti di Malang, apalagi kantong Mahasiswa. Klo mau makan yang di American Warteg (AW) ato di resto – resto konvensional lainnya. Sepotong roti saja harganya Rp 8.000,- (kena inflasi kali ya... ) atau nasi goreng Rp 25.000,- Kalo masalah harga makanan Malang is Better dah pokoknya.
Hm... saatnya meluncur, shalat ashar telah usai, kini petarung – petarung tangguh siap bertempur di negeri lancang kuning. Setelah delay 30 menit, kini sang Lion mengantarkan kami sampai di bandara Sultan Syarif Kasim, Pekan Baru. Sebelumnya, di Soekarno hatta aku sempat bertemu dengan perempuan asing paruh baya bernama Jane, kami sangat akrab bak teman lama. Dia begitu ramah, sangat antusias sekali ngbrol denganku, mungkin postur tubuhku yang cukup pendek mebuatnya berbicara dengan menunduk.everything is well, di berasal dari Washington, dan memulai perjalanannya tentu saja di pulau dewata, Bali. Setelah dari pantai Ubud, di meluncur ke Jakarta, dan selanjutnya adalah ke pekan baru, tujuan pendaratan yang sama dengan rombonganku.
Selama 1 jam 40 menit perjalanan di atas awan, dengan beberapa kali guncangan kecil di angkasa sampailah kami di bandara Sultas Syarif kaasim, Pekan Baru.hawa panas yang menggeliat menyambut kami sebagai sambutan “Welcome”. Dari sini ternyata Allah mempertemukanku lagi dengan Jane, perempuan yang aku ceritakan tadi, dia menyalamiku, seolah tak menyangka kami bisa bertemu lagi di Riau. Sebelum kami berpisah dia mengenalkan kami putrinya yang pernah mendapat beasiswa kuliah di Malaysia selama setahun, putrinya cantik, andaikan dia berjilbab. Semenjak saat itu aku berharap bertemu Jane lagi di Riau atau di mana saja, tapi tak mungkin kini dia mungkin sudah pergi ke mumbay atau bahkan kembali ke washington. See you later jane.....
“Ukh... Sudah Hubungi panitia?”
“gak bisa di hubungi akh.”
Kegalauan melandaa, kami terdampar di Bandara tanpa arah tujuan, janji panitia yang hendak menjemput pun kandas begitu saja. Karena kami datang terlalu awal, di tanggal 13 malam dan akomodasi baru berlaku keesokan harinya maka kami terpaksa harus merantau ke rumah saaudara seiman,sendiri. Beberapa menit berlalu, sebuah mobil dan dua orang pria mengantarkan kami ke sebuah ma’had akhwat di UIN SUSKA, namanya Ukh Dian, dia begitu lincah serasa, sudah akrab sebelumnya. banyak hal yang kami perbincangkan mengenai dakwah ruangan ini. silih berganti kami bercerita mengenai ke khasan daerah masing – masing.
Comments
Post a Comment
Tulis Komentar disini