Dilahirkan sebagai anak seorang buruh tani memang
bukan pilihan saya. Tetapi saya memilih bangga dengan presikat tersebut karna
orang tua saya bukan koruptor. Meskipun demikian saya bersyukur, alhamdulillah,
dengan perjuangan saya bisa masuk SMA yang cukup favorit di daerah saya dan
bisa lulus dengan segala keterbatasan biaya. Suatu ketika menjelang kelulusan
SMA tiba, beberapa teman saya sudah mendapat perguruan tinggi favorit lewat
jalur SPMB. Sedih memang ketika teman-teman sudah mendapatkan tepat kuliah yang
menjadi impian dan beberapa lagi sedang memikirkan kemana mereka harus kuliah
sedangkan memikirkannya saja rasanya “diharamkan” bagiku.
Saat itu ibu saya harus bolak balik periksa karena
penyakit diabetes mellitus yang dideritanya, sedangkan penghasilan ayah saya
hanya pas-pasan, pas untuk makan dan minum sudah Alhamdulillah. Lantas berfikir
untuk kuliah saja saya pun tidak bisa. Jika ditanya keinginan saya waktu itu
“Apakah kamu ingin melanjutkan kuliah?” tentu dengan lantang saya akan menjawab
“IYA” sayangnya tidak ada yang bertanya demikian. Berbagai jenis beasiswa S1
sudah saya coba untuk apply dan semuanya gagal. Darisitu sirna sudah harapan
untuk kuliah.
Sebagai seorang anak buruh tani kenapa sih saya ngotot
ingin kuliah sedangkan situasi sebenarnya tidak mendukung? Alasannya simple,
kala itu hanya sedikit dikalangan desaku yang mengenyam bangku kuliah. Bahkan
banyak diantara mereka yang hamil sebelum nikah dan putus sekolah karena harus
bekerja. Tujuan saya adalah memberi inspirasi bagi mereka akan pentingnya
pendidikan bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka bahkan bagi bangsa ini.
Dengan semangat itulah saya pun bertekad untuk mengejar bangku kuliah.
Setelah saya sadar bahwa saya tidak bisa kuliah tahun
tersebut akhirnya saya bekerja di salah satu perusahaan distributor di kota
lain yang tak jauh dari tempat tinggal saya. Anehnya selama bekerja di otak
saya masih terpatri keinginan untuk kuliah. Selain itu, sebagian besar dari
gaji saya tersebut juga saya sisihkan untuk kuliah. Akhirnya selama 1 tahun
penuh saya pun mempelajari soal-soal STAN dengan harapan bisa kuliah gratis
disana. Harapan itu sirna ketika STAN tak kunjung membuka pendaftaran dan
tersiar kabar bahwa STAN tidak menerima mahasiswa tahun tersebut. Akhirnya saya
pun mencoba mendaftar SNMPTN secara iseng, tidak diterima ya bukan rejeki di
terima ya Alhamdulillah. Di SMA saya ambil jurusan IPA sedangkan untuk SNMPTN
saya mengambil minat bidang IPS pikiran saya waktu itu karena rumit kalau harus
belajar fisika dan kimia lagi.
Allah pun berkata lain. pengumuman SNMPTN pun dapat
dilihat dan saya pun di terima di universitas Brawijaya, Malang dengan jurusan
Manajemen. Senang? Tentu saja tetapi dalam benak saya berfikir bagaimana
biayanya nanti? Orang tua tak mungkin mampu. Karena ini kuliah regular tidak
bisa sambil bekerja. Ya, benar bahkan orang tua sempat tidak mengijinkan saya
untuk kuliah di kampus tersebut. Karena pada dasarnya saya nekat, dengan modal
uang tabungan Rp 1.800.000,- saya berangkat untuk daftar ulang dan menginap di
kost salah seorang teman SMA saya yang lebih dulu kuliah disana.
Tau nggak sih? Untuk almamater, uang perpus, dan
sebaginya saya hanya mempu bayar 300 ribu. Sisanya saya ajukan penundaan.
Sedangkan untuk uang DPP (semacam uang gedung) saya bayar 100 ribu dari total
pengenaan Rp 1 juta. Sisa tabungan saya, saya gunakan untuk biaya hidup. Untuk
SPP saya mendapat SPP Rp 0,- padahal saya bukan bidik misi lho. Untuk uang
buku, saya hanya bermodal KTM terregistrasi untuk bisa masuk perpustakaan dan
meminjam buku disana. Selama kuliah
Alhamdulillah IPK saya cukup baik dan bisa mendapatkan beasiswa hingga lulus,
lumayan untuk biaya hidup.
Alhamdulllah, Allah menjawab tekad saya tersebut,
Alhamdulillah saya pun juga dapat lulus dengan predikat cum laude,
Alhamdulillah semoga Ayah saya bangga di alam sana.
Comments
Post a Comment
Tulis Komentar disini