Sabtu malem, malem minggu musti pulang telat gara – gara ulang tahun sekolah seminggu lagi. Begini nih, resiko jadi anak OSIS hampir tiap ada acara pasti pulang malam,mana arah rumahku sepi, sendirian lagi.
Jam lima lima puluh menit, dering ponselku tak bosan berdering. Berkali – kali, ibuku telepon, pulang jam berapa? Pulang jam berapa? Sudah pulang belum? Kapan pulangnya nduk? Ya, memang beginilah, resiko jadi putri bungsu. Sebenarnya bukan hanya itu saja, perjalanan dari sekolah samapai ke ruamah memerlukan waktu tiga puluh menit laju motor kecepatan 60 km / jam dan harus melewati beberapa hektar persawahan kemudian pasar kecamatan yang cukup ramai lalu, kebun tebu, kuburan dan persawahan lagi. Maklumlah, aku ini orang pelosok yang mengadu nasib, meraih mimpi di kota pinggiran.
“Eh, kamu ngrasa dikit yang aneh dengan ruang OSIS kita nggak sih guys?” tanya Agus, di sela – sela makan sore di samping masjid.
“Maksud kamu apaan gus,”tanya wulan
“ya, aku sih, ngrasanya ada yang ganjil aja di sana, makanya aku ngajak kalian makan disini.”jelasnya makin mebuatku muak
“Apaan sih, udah ah nggak usah bahas kayak gitu. Ayo makan” potongku mengindari pembicaraan seram ini.
Klotek....
Aarrgghh......
‘Suara apaan tuh” jeritku panik
“mari nak, numpang lewat.” Pak Manto, satpam sekolahku memulai petualangan malamnya mengelilingi setiap ruas bangunan sekolah. Senyum tipisnya menyapa kami dengan sorot senter putih di tangannya.
Rasanya dadaku yang tersumbat sedari tadi kini mejadi plong.... lega rasanya. Ah.. cuman pak satpam.
“ Eh, kalian pernah denger cerita si maria yang bunuh diri di jembatan bantaran kali gara- gara di putus pacarnya itu nggak.” Agus mulai lagi
‘ Iya, aku sempet denger cerita itu, malahan dia sering gentayangan mencegat siapa saja yang lewat melintasi jembatan. Kemarin, dia menjelma menjadi seorang putri cantik dan menggoda seorang pria hingga pria itu naas ketabrak mobil.” Fauzi, ikut menyemarakkan pembicaraan yang aku benci ini. bulu kudukku semakin tinggi mengingat salah satu rute pulangku adalah melewati jembatan itu. “ berbeda lagi dengan beberapa hari yang lalu, seorang gadis belia belasan tahun naas menabrak tiang jembatan hingga terlempar ke dalam sungai”
Jantungku berdegup semakin keras, tak kuat aku mendengar cerita ini bisa – bisa aku ngompol ketakutan di tempat ini bisa malu aku. Diam – diam aku menyelinap pergi dari gerombolan kawan – kawanku ini untuk mengambil taaku yang ketinggalan di sebuah ruang kelas.
Bulu kudukku mulai merinding, di sebuah lorong gelap di salah satu sisi ruang kelas ada suara kaik... kaik... kaik... sedikit serak – serak basah menggoda. Kucoba menghiraukannya dan berlari secepat buroq mengambil tas. Sambil bernyanyi – nyanyi dalam hati aku kembali menuju tempat semula.
Bruukk......
Tubuhku terlempar ke tanah, kulihat sesosok makhluk bermata hitam dan berwajah putih seputih – putihnya sabun pemutih tepat di depan mataku, kakiku geli seperti terbasahi oleh air, sosok itu memegang tanganku erat dan semakin erat.
AaarrrggHhhrrrggggghh...... itu sseeee..... sssseeeeetaaaannn........
Lari seribu langkahku tak dibiarkannya begitu saja, dia tak mebiarkanku lolos hidup – hidup.
“Aampun mbah.. saya masih pengen nikah” dia masih saja mengejarku tubuhku semakin bergetar lalu ku ucapkan beberapa ayat al – qur’an untuk mengusirnya, tapi selalu ditengah – tengah aku lupa bacaannya. Pantas saja tak mempan setan itu malah semakin mengejarku.
“hhooyyy hooyyy... tungguin aku hendak pulang sama kamu” setan itu melambai – lambaikan tangannya kepadaku. Telingaku tak begitu mendengar ucapannya, tak pulang? Ohh.. jadi setan itu mencari orang – orang yang tak pernah pulang?
“Maaff.... aku bukan bang toyib yang tak pernah pulang, kamu salah orang.” Nafasku terengah dan terus saja berlari.
“Rudi, Uzi.. ada se... se... “
“semangka, asyik..” Samsul tambun menyeloroh
“set....”
“setrika?”
“setannnn...”
“apa itu setannya?” Fauzi menunjuk ke arah sosok tinggi besar yang berlari menghampiri kami.
He – em. Aku mengangguk pelan tapi gemetar, kurasakan basah – basah menggelikan di dalam celanaku.
“itu kan Pak Miran, penjaga kantin timur, Vid.”
“ Nak, David bapak ini ikut pulang bersama kamu, bapak hendak pulang ini. tunggulah sebentar muka bapak tersiram tepung kau tabrak tadi.” Lelaki itu membersihkan wajahnya “hhmm... bau apa ini?” tambahnya.
Saling pandang dan menutup hidung. !@!#$!@#3@
“Setaaaaann.... ngompol........!!!!!”
Ggggrrrrrrr...........
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete