Maqashid
Syariah sebagai Elemen Maslahah dalam Fatwa DSN-MUI
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh
Muhammad Maksum mengenai fatwa – fatwa DSN-MUI menyebutkan bahwa fatwa-fatwa
DSN-MUI bersifat longgar. Pada sisi kelonggaran ini akan mendorong peluang
memperbesar produk-produk keuangan syariah, tetapi pada sisi lain cenderung
mengedepankan aspek legalitas daripada moralitas. Penilaian tersebut
berdasarkan pengamatan beliau pada fatwa DSN-MUI dalam kurun waktu 2000-2011
dengan membandingkannya dengan fatwa – fatwa Majlis Penasihat Syariah (MPS)
Bank Negara Malaysia dan Majma al-Fiqh al-Islami (MFI) yang berada di bawah
organisasi kerjasama islam (OKI). Meskipun demikian, perlu kita pahami bahwa
tentunya fatwa DSN-MUI tidak dikaji begitu saja namun dengan berbagai macam
proses yang dilakukan oleh mufti tau mujtahid secara perorangan atau kolektif.
Dengan demikian, kajian mengenai cakupan Maqashid asy Syari’ah ini terlebih
dahulu harus kita cermati.
Husein
Hamid Hassan, pengarang buku Nazhariat al maslahah fi al Fiqh Islami,
menyebutkan bahwa sekurang – kurangnya terdapat sepuluh cara untuk menggunakan
konsep maslahat dalam berijtihad yaitu; qiyas,maslahih, murshalah,sadd al
dzara’i, istihsan, al man’u min al-tahayyul (larangan berhillah), al ikhalah
(analisis atas illat pada hukum yang sudah tetap), membatasi penetapan nash
hanya pada salah satu (tahdid tatbiq al nash bi al ma’na al munasib), larangan
penyimpangan dalam penggunaan hal (al-man’u min al ta’assuf fi isti’mali al
huquq), tahqiq al manath khusus (tahqiq al-manath al khash) dan pemberlakuan
hal yang lebih awal ada dalam hal terjadi perselisihan (ibqa’ al hal’ala ma
kana ‘alaihi fi masa’il al-khilaf). Ini berarti bahwa apabila konsep – konsep
tersebut muncul sebagai argumen dalam penetapan suatu ijtihad atau fatwa maka
sesungguhnya fatwa itu sedang menggunakan elemen – elemen argumen maslahat yang
merupakan ujung dari segala hal yang berkaitan dengan maqashid syariah.[1]
Dalam
sebuah studi dengan menganalisis 17 (tujuh belas) fatwa DSN-MUI disimpulkan
bahwa fatwa-fatwa DSN-MUI didukung kuat dengan dalil-dalil nash (al nushus al
syar’iyah) yaitu dengan secara konsisten merujuk Al-Qur’an dan hadits meskipun
wajh al dilalah nash-nash itu umumnya tidak disebutkan. Fatwa- fatwa itu juga
mengikuti metode istinbaj yaitu merujuk kepada ijmak dan qiyas jika ada,
setelah merujuk nash Al-qur’an dan hadits. Jika ijmak dan qiyas tidak ada
fatwa-fatwa itu kemudian merujuk kepada pendapat para ulama baik klasik maupun
modern.[2]
Dari
53 fatwa DSN-MUI tahun 2000-2006 yang termuat dalam buku himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional MUI Jilid I (Edisi revisi tahun 2006) ditemukan bahwa terdapat
10 kaidah fiqh yang digunakan dalam fatwa dengan frekuensi yang tidak merata.
Selain itu, DSN-MUI juga menyebutkan qiyas sebanyak 4 kali. Jika dijumlahkan
seluruhnya dalam 53 fatwa, DSN-MUI menyebutkan kaidah fiqh dan qiyas sebanyak
119 kali atau rata-rata 2,25 kaidah fiqh dalam satu fatwa.[3]
Ini menunjukkan bahwa DSN-MUI sudah sangat responsive terhadap kebutuhan
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Sejauh ini fatwa – fatwa inilah yang
menjadi penggerak dan rambu –rambu dalam pengembangan keuangan syariah di
Indonesia sehingga paling tidak mampu mendekati maqashid asy syariah itu
sendiri.
Pengembangan Profitablitas Keuangan
dan Ekonomi Islam Berbasis Maqashid Asy Syari’ah
Pengembangan
sektor riil dalam ekonomi merupakan hal yang sangat penting tetapi perlu
diimbangi juga dengan pengembangan sektor keuangan sebagai sektor penyedia
modal untuk dikembangkan oleh pengelola dalam sektor riil. Sehingga dengan
keseimbangan inilah diharapkan tercapainya tujuan-tujuan syariah di dunia.
Salah satu tujuan dalam maqashid asy syariah adalah pemeliharaan harta. Dalam
pengembangan konsep keuangan dan ekonomi hal ini merupakan pembahasan yang
menarik. Dimana pada dasarnya
Islam mewajibkan untuk mencari harta. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt
dalam QS. Al- Baqarah ayat 29
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi
untuk kamu....”
Dan Allah menetapkan hukum dalam
transaksi muamalah diantara manusia. Dalam rangka memelihara harta, syariah
menharamkan segala bentuk tindakan yang melanggar norma- norma syariah dalam
melakukan muamalah. Dengan demikian, akan terjaga keberadaan harta baik milik
individu maupun milik umum. Dalam hal harta, profit merupakan indikator positif
dari keberhasilan bisnis seseorang. Ukuran profit diperoleh dari semua pihak
yang berkontribusi baik yang berutang, investor, pemilik modal maupun
administrator. Sedangkan laba merupakan keuntungan ekonomi. Hal ini ditolerir
dalam Islam selama tidak terkait dengan usaha yang merugikan orang lain. Dan
keuntungan yang berkah itu tidak lebih dari sepertiga (Zuhaily:2013).
Dewasa ini, penelitian dibidang
keuangan dan ekonomi Islam dalam bingkai Maqashid asy Syariah memiliki makna
yang sangat penting karena menunjukkan bahwa syariah Islam memiliki perhatian
yang besar dan memiliki peran penting dalam memandu aturan – aturan yang
diperbolehkan ataupun yang dilarang. Sehingga pengembangan ekonomi dan keuangan
Islam semakin tumbuh dan berkembang di Indonesia. Adapun pengembangan secara etimologi adalah pertumbuhan dan
peningkatan sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan seara
terminologi adalah analogi atas peningkatan yang cepat dan berlangsung terus
menerus selama periode waktu produksi
maupun jasa yang menggunakan terbosan secara ilmiah untuk mengorganisir usaha
bersama.
Indonesia
merupakan salah satu negara yang berkembang pesat kegiatan ekonomi dan keuangan
Islamnya. Hal ini dibuktkan dengan semakin bertambahnya lembaga profit maupun
nonprofit yang bermunculan di Indonesia. Tahap demi tahap sistem ekonomi Islam
mulai diminati oleh berbagai kalangan baik muslim maupun non muslim. Karena
Islam sangat memperhatikan prinsip-prinsip dasar ekonomi dan keuangan, keduanya
meripakan urat nadi kehidupan baik individu ataupun umum. Selain itu Syariat
juga tulah menetapkan keharusan untuk melindungi umat dari kehancuran. Dalam
hal ini, Sistem ekonomi Islam tidak dapat dijalankan hanya dengan menghilangkan
unsur riba saja, tetapi dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan
sosial Islam, dengan menjalankan hukum, praktek, prosedur, dan instrumen yang membantu
memelihara dan menyelenggarakan hukum, kesetaraan, dan keadilan. Oleh karena
itu, pemerintah perlu mendirikan lembaga peradilan syariah berdampingan dengan
lembaga peradilan konvensional yang sudah ada, untuk menyelesaikan masalah masalah
atau perselisihan yang harus dilakukan sesuai syariah demi terlindunginya hak –
hak individu, terwujudnya maqashid asy syariah dan pertumbuhan ekonomi bangsa.
Baca Juga ;
Memahami akad Tabungan Pada Bank Syariah
Tak Mudah Jatuh Cinta pada Keuangan syariah
Hobi Foto-foto? Ingin menghasilkan uang Jutaan rupiah? Yuk Bikin Peluang Bisnis dari Fotografi!
Reksadana syariah untuk anak SD, Bisakah?
Perbandingan Keadilan Sosial Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam
Bisnis Offline VS Bisnis Online, Mana yang lebih untung?
Baca Juga ;
Memahami akad Tabungan Pada Bank Syariah
Tak Mudah Jatuh Cinta pada Keuangan syariah
Hobi Foto-foto? Ingin menghasilkan uang Jutaan rupiah? Yuk Bikin Peluang Bisnis dari Fotografi!
Reksadana syariah untuk anak SD, Bisakah?
Perbandingan Keadilan Sosial Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam
Bisnis Offline VS Bisnis Online, Mana yang lebih untung?
DAFTAR
PUSTAKA
Afandi,Yazid, Fiqh Muamalah dan Implementasinya Dalam Lembaga Keungan Syari’ah, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.
Darsuki,Ahmad.2012.Maqashid Syariah & Maslahah dalam Bisnis
Syariah. [online]. http://galiyao.blogspot.com/ [di akses 9 Maret 2014]
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan
Terjemahannya, Bandung, PT Sygma Examedia Arkanleema, tt.
Mudzhar,Atho
M. “The Legal Reasoning And Socio Legal
Impact Of The Fatwas Of The Council Of Indonesian Ulama On Economics Issues,”
dalam jurnal Ilmu syariah Ahkam, Vol xiii, No 1 januari 2013,FSH UIN Syarirf
Hidayatullah Jakarta
Rahim,Rahimin A.A dkk.2006.Pendekatan baru maqasid Al-shariah
dalam pengajian Syariah di malaysia: satu analisis.
Jurnal Fiqh No 3. 2006
[1] Disampaikan oleh M. Atho Mudzhar dalam Forum Riset Ekonomi dan Keuangan
Islam, Jakarta 13-14 November 2013
[2] M. Atho Mudzhar, “the legal
Reasoning and Socio Legal Impact of the Fatwas of the Council of Indonesian
Ulama on Economics Issues,” dalam jurnal Ilmu syariah Ahkam, Vol xiii, No 1
januari 2013, FSH UIN syarif Hidayatulloh Jakarta, Halaman 9-19 dalam makalah
“Revilatisasi Maqashid asy Syariah dalam Pengembangan Ekonomi Syariah di
Indonesia,” pada Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Islam, Jakarta 13-14 November
2013 halaman 6.
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
ReplyDeletehanya di D*E*W*A*P*K / Whatshapp : +85587781422
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)